masukkan script iklan disini
Globalfaktual-com- JAKARTA –* Praktik ilegal kembali mencoreng wajah penataan kota Jakarta. Belasan bangunan ruko di Jalan Kamal Raya, RT 002 RW 006, Kelurahan Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, disegel oleh Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) Jakarta Barat, Senin (14/4/2025), setelah diketahui menggunakan dokumen perizinan palsu.
Bangunan-bangunan tersebut dengan berani memasang papan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) palsu yang mencatut nomor: 104/C.37b/31.73.06.1003.17R-1/2/TM.15.33/e/2023, tertanggal 12 Mei 2023. Fakta itu terungkap setelah adanya klarifikasi dari Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UP-PTSP) Jakarta Barat pada 25 Februari 2025, menyusul laporan dari salah satu LSM.
Penyegelan ini pun menguak dugaan praktik mafia perizinan yang melibatkan oknum aparat pemerintah di tingkat kelurahan. Agus, Ketua RT setempat, mengaku tidak mengetahui bahwa papan izin yang dipasang adalah palsu. Ia menyebut nama Dede Rukmana, Kepala Satpol PP Kelurahan Tegal Alur, sebagai pihak yang menyerahkan papan izin tersebut.
“Setahu saya, izin diurus langsung oleh pemilik bangunan. Tapi dulu yang menyerahkan papan izinnya itu Bang Dede dari Satpol PP,” kata Agus, Minggu (13/4).
Namun saat dikonfirmasi, Dede Rukmana membantah terlibat dalam proses perizinan. Ia mengklaim hanya diminta tolong untuk mencetak papan tersebut atas permintaan pemilik bangunan (Halim), dan menyebut pencetakan dilakukan oleh staf Citata Kecamatan Kalideres.
“Saya cuma bantu cetak. Izin itu katanya sudah diurus Pak Halim. Saya sendiri dikirimi dokumen dari dia, tapi berbeda dengan yang terpasang di lapangan,” ujar Dede.
Kasus ini memicu reaksi keras dari pengamat kebijakan publik dan akademisi Awy Eziary, S.H., S.E., M.M., yang menyebut lemahnya pengawasan dan adanya dugaan kolusi antara pemilik bangunan dan oknum pejabat di lingkup Satpol PP dan Citata Jakarta Barat.
“Ini bukan sekadar kasus pelanggaran administratif. Ini bentuk nyata dari budaya korupsi struktural dalam sistem perizinan. Ada lingkaran kotor yang melibatkan oknum pejabat dalam memfasilitasi bangunan ilegal,” ujar Awy, Selasa (15/4).
Menurutnya, penyegelan hanyalah langkah reaktif. Selama tidak ada sanksi tegas terhadap pelaku pemalsuan dan pejabat yang terlibat, persoalan semacam ini akan terus berulang.
“Gubernur DKI yang baru harus turun tangan langsung. Ini saatnya membersihkan aparat yang bermain proyek dan menghambat pembangunan kota. Reformasi birokrasi jangan hanya jadi slogan,” tegasnya.
Awy menambahkan, kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem pengawasan di tingkat daerah. Tak hanya merugikan tata ruang kota dan estetika lingkungan, praktik pemalsuan izin juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diharapkan segera melakukan investigasi menyeluruh, tidak hanya kepada pemilik bangunan, tetapi juga terhadap seluruh jajaran terkait yang diduga terlibat. Skandal ini menjadi bukti bahwa transparansi dan integritas masih menjadi pekerjaan rumah besar dalam tata kelola pembangunan ibu kota.*